Rabu, 23 Mei 2012

Buat Ibu Pertiwi Tersenyum dengan Memajukan Pendidikan

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbagi dalam 33 provinsi. Ibukota Indonesia adalah Jakarta, suatu kota yang terletak di Pulau Jawa. Bisa kita lihat bahwa jarak antara kota yang satu dan kota lain yang berbeda pulau tidaklah mudah untuk ditempuh. Mungkin perbedaan jarak dan sulitnya menjangkau kota yang satu dengan yang lain, memberi banyak pengaruh terhadap berbagai aspek, termasuk aspek pendidikan Indonesia. Ketika kita berbicara tentang pendidikan Indonesia, tidak sedikit masyarakat yang mengatakan bahwa kita termasuk negara yang tertinggal dalam hal pendidikan. Apakah itu benar?

Dahulu kala, ketika Belanda menjajah Indonesia, di negara kita didirikan berbagai jenis sekolah, seperti ELS (Eurospeesch Lagere School), Sekolah Bumi Putera, Sekolah Desa, dan HBS (Hogere Burger School). Waktupun terus berputar hingga akhirnya Indonesia dapat meraih kemerdekaan, 17 Agustus 1945. Kemerdekaan membawa perubahan dalam berbagai aspek, sistem pendidikan di Indonesia juga turut berubah.
Beberapa tahun yang lalu, di Indonesia terdapat berbagai jenis sekolah, seperti SMEA (Sekolah Menengah Tingkat Atas), SPG (Sekolah Pendidikan Guru), dan STM. Sekolah-sekolah tersebut merupakan bentuk sekolah vokasi. Namun, tidak lama kemudian terjadi penyederhanaan sehingga hanya terdapat SMA dan SMK. Seiring berjalannya waktu, nama SMK seolah-olah menjadi lenyap dan kurang diminati oleh banyak masyarakat. Akibatnya, di daerah-daerah banyak berlangsung pembangunan SMA, SMK sudah sangat jarang terdengar.
Lalu bagaimana dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini? Apakah pemerintah sudah mampu memberikan yang terbaik untuk rakyatnya?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu kita lihat pendidikan di Amerika, di negara maju tersebut terdapat kurikulum terintegrasi (integrated curriculum), metode mengajar yag berpusat pada siswa (student centered teaching method), pengajaran atas dasar kemampuan dan minat individu (individualized instruction), dan sekolah alternatif.
Lalu, bagaimana dengan negara maju lainnya seperti Cina? Cina membagi pendidikannya ke dalam empat sektor, yaitu basic education, technical and vocational education, higher education, dan adult education. Bahkan, pemerintahnya juga menyediakan pendidikan prasekolah yang materinya meliputi permainan, kegiatan kelas , olah raga, aktivitas sehari-hari serta pekerjaan fisik.
Kemudian, bagaimana dengan Indonesia? Apakah pemerintah perlu merasa “iri” dengan segala kemajuan pendidikan di negara lain?

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum pendidikan yang berkembang di Indonesia. Kalau kita tinjau dari konsep pengadaan kurikulum tersebut, kurikulum kita tidak kalah dengan kurikulum yang diterapkan di negara-negara maju lain, seperti Amerika. Akan tetapi, yang terjadi di negara kita adalah sangat sulit untuk menerapkan seperti apa yang telah dikonsepkan. Dalam penerapan kurikulum tersebut, banyak terjadi ketidaksesuaian. Mungkin pemerintah sering mengadakan studi banding terhadap pendidikan di negara lain. Akan tetapi, pemerintah juga harus melakukan studi banding di dalam negeri. Pemerintah dapat melihat langsung kondisi dan kemampuan masyarakat sehingga pemerintah dapat menerapkan suatu kurikulum yang asli Indonesia yang benar-benar sesuai untuk digunakan di Indonesia sehingga dapat menjawab keinginan bangsa Indonesia akan pendidikan.
Penerapan yang tidak sesuai dengan konsep juga terjadi pada pengadaan sekolah gratis. Padahal, apabila subsidi dan pengadaan sekolah gratis bisa berjalan sebagaimana mestinya, pasti rakyat Indonesia yang tidak mempunyai biaya pendidikan bisa mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak, seperti yang telah diatur dalam UUD 1945.
Lalu, Mengapa pendidikan di negara kita sangat jauh dari kata “baik” (menurut hasil survey penulis terhadap beberapa teman-teman penulis) ?

Apakah persoalan sarana prasarana pendidikan yang tidak memadai merupakan suatu masalah untuk pendidikan Indonesia? Banyak masyarakat yang mengatakan bahwa pemerintah sangat tidak adil terhadap pendistribusian segala hal di bidang pendidikan, sebut saja penyebaran tidak merata. Tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang memadai untuk menunjang berlangsungnya sistem pendidikan. Namun, terdapat juga sekolah yang fasilitasnya sudah memadai, tetapi sekolah tersebut tidak dapat memaksimalisasikan fungsi dari fasilitas penunjuang pendidikan tersebut.
Bagaimana dengan kondisi guru di Indonesia? Beberapa tahun ini, setiap tahun di negara kita selalu diadakan ujian nasional. Apa permasalahannya? Menurut survey, banyak oknum pendidikan yang seolah-olah menjadi contoh untuk memperburuk moral bangsa. Hal tersebut terjadi karena banyaknya oknum pendidikan terutama guru yang bersifat komersial. Banyak sekolah-sekolah yang menghalalkan banyak cara (termasuk yang negatif) hanya untuk meningkatkan grade sekolahnya.
Apakah yang harus dilakukan pemerintah? Kenyataannya, hal yang paling sulit dilakukan adalah mengubah moral atau perilaku seseorang. Mungkin, yang dapat dilakukan pemerintah adalah menerapkan sanksi tegas untuk setiap pendidik yang melakukan tindak kecurangan. Pemerintah juga harus menerapkan standar yang tinggi untuk seorang pendidik. Misalnya, seorang pendidik diwajibkan memiliki gelar minimal S-1. Bahkan, pemerintah bisa mengadakan ujian tertulis dan praktek mengajar untuk setiap calon guru agar mendapat sertifikat. Saya rasa hal tersebut sudah berlangsung di negara kita, tetapi pelaksanaannya kurang maksimal. Masih terdapat “kebocoran-kebocoran”.
Banyak mahasiswa yang berpendapat bahwa mereka menginginkan pendidikan yang terfokus. Kami belajar untuk hidup, untuk masa depan, bukan hanya untuk saat ini. Kami semua para pelajar dan mahasiswa membutuhkan seorang pendidik, bukan pengajar. Karena kenyataannya yang ada saat ini hanyalah oknum pengajar, bukan pendidik. Pendidikan seharusnya tidak menuntut kami untuk selalu menerapkan Study Oriented. Sebab, pada kenyataannya yang dibutuhkan di dunia kerja, di dunia nyata adalah sebuah penerapan (praktek).
Seperti perkataan seorang teman saya, Gabriel Evod, “Belajar itu gak semua kita dapet dari guru, dites, dapet NILAI, terus dapet rangking, terus dibilang jadi yang terbaik. Semua ga guna kalo terpaksa, karena akar dari belajar itu adalah kesenangan. Kita ga bisa memilih sesuatu yang kita gak suka untuk kita pelajari.”
Lalu bagaimana supaya belajar itu bisa menyenangkan? Semuanya akan menyenangkan apabila kita melakukan sesuatu sesuai dengan minat kita. Bagaimana supaya masyarakat sasaran pendidikan bisa lebih terfokus dalam menempuh pendidikannya?

Apakah pemerintah harus berusaha mengembangkan sekolah vokasi, seperti SMK? Kesalahannya adalah ketika kita mengganggap SMK tidak lagi berarti dan SMA semakin populer. SMK dan SMA harus sama-sama dikembangkan, sebab itu merupakan pilihan. Mengapa banyak yang tidak berminat ke SMK? Ini semua sebagian besar mungkin karena masalah gengsi dan alur kehidupan. Kondisi SMK yang tidak lagi dikembangkan dan minimnya jumlah SMK, membuat SMK seolah-olah menjadi tidak begitu bermakna. Banyak orang yang memiliki gengsi tinggi, hal tersebut membuatnya lebih memilih SMA, mengapa demikian? Apakah duduk di bangku SMK merupakan hal yang menimbulkan rasa malu? Pemerintah perlu melakukan pembenahan untuk pengembangan SMK supaya masyarakat yang ingin mendapatkan pendidikan yang langsung sesuai dengan bidangnya bisa mendapatkan pendidikan sebagaimana mestinya.
Dilain sisi, di bangku sekolah, seperti SMA terlalu banyak pelajaran yang harus dipelajari, padahal pelajaran tersebut bisa diminimalisasi dan menjadikan beberapa pelajaran menjadi kategori pelengkap atau pilihan (tidak memaksa) sehingga pelajar atau mahasiswa akan menjadi lebih fokus dalam menempuh pendidikannya.
Namun, masalah pendidikan Indonesia juga disebabkan oleh sasaran pendidikan (yaitu pelajar atau mahasiswa). Banyak di antara mereka yang cenderung tidak suka belajar, mereka asik dengan dunianya sendiri sehingga menganggap pendidikan tidak penting. Di sini lah peran orang tua dan lingkungan terdekat sangat diperlukan. Dengan kolaborasi, kerja sama, dan semangat semua komponen penduduk Indonesia, saya yakin kita bisa membawa pendidikan Indonesia menjadi lebih baik.
Intinya semua perubahan butuh proses dan proses yang harus ditempuh tidaklah mudah. Akan tetapi, bukan berarti tidak mungkin. Pemerintah bisa berusaha sedikit demi sedikit untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.

Ayo, kita buat ibu pertiwi tersenyum dengan memajukan pendidikan !


kontributor :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar